Kamis, 23 Desember 2010

Artikel Perpajakan

Latar Belakang

Penerimaan pajak di negara Indonesia menjadi sumber pendapatan yang semakin hari semakin penting. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian negara Indonesia yang sedang dilanda krisis ekonomi berkepanjangan. Hutang luar negeri yang menjadi membengkak dengan nilai kurs valuta asing yang bergerak menjadi hampir 4 kali lipat pada tahun 2003, jika dibandingkan dengan nilai kurs valuta asing pada tahun 1997 saat krisis ekonomi mulai melanda Indonesia. Hal tersebut menjadikan Indonesia negara dengan hutang luar negeri yang sangat besar, sedangkan devisa negara tidak mendukung ntuk mengantisipasi lonjakan kurs tersebut. Sementara itu dalam pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, baik berupa hasil kekayaan maupun iuran dari masyarakat. Salah satu iuran dari masyarakat adalah pajak. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring juga dengan menurunnya peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara. Harapan ini tumbuh dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas bumi mempunyai keterbatasan sebagai sumber daya, yaitu tidak dapat diperbaharui lagi serta adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak.

Keinginan pemerintah Indonesia adalah tepat sebab sebagaimana halnya yang terjadi pada pemerintah negara lain, terutama pada negara maju, andalan utama penerimaan negaranya berasal dari penerimaan pajak. Oleh karena itu sudah sepantasnya pemerintah Indonesia di masa depan juga mengandalkan penerimaannya pada penerimaan pajak1. Untuk itu target penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu ditingkatkan.

Pada umumnya target yang ditetapkan tersebut dapat dicapai. Hal tersebut berkat usaha aparat Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan penerimaan dari wajib pajak yang sudah ada. Caranya adalah dengan menggali sumber penerimaan yang belum tergali atau belum maksimal sebagaimana mestinya, mencari sumber pengenaan pajak yang baru, menambah wajib pajak baru dan memodifikasi sistem pemungutan pajak agar lebih efektif dan efisien, serta melakukan berbagai pembaruan dalam sistem perpajakan.

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan produk E-Registration atau elektronik registration system2. Yaitu Sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara on-line dengan Direktorat Jenderal Pajak

Sehubungan dengan itu Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/pj./2005 tanggal 19 Januari 2005 Tentang Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem E-registration. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak ini menyatakan bahwa pendaftaran wajib pajak dapat dilakukan melalui media elektronik. Berdasarkan hal tersebut Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor KEP-173/PJ/2004 tanggal 1 Januari 2004 Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem E-registration.

NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

Pengertian Pajak

Pasal 23 (A) UUD 1945 (Amandemen IV), merupakan dasar hokum pungutan pajak di Indonesia yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

Berkaitan dengan pajak, ada banyak pengertian yang diberikan oleh para sarjana mengenai apa sebenarnya pajak itu. Definisi pajak menurut P.J.A. Andriani, yaitu berbunyi sebagai berikut:

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Sekedar untuk perbandingan berikut ini adalah definisi dari beberapa Sarjana yaitu:

a) Definisi Francis, berbunyi :

Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup belanja pemerintah.

b) Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) berbunyi:

Pajak adalah hutang uang secara insidental atau secara periodic (dengan tidak ada ontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersyarat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan hutang pajak.

c) Definisi Edwin R.A. Seligman berbunyi:

“Tax is a compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses incured in the common interest of all, without reference to special benefit confered”.

Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without reference” karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat hanya tidak mudah ditunjukkan apalagi secara perorangan.

Berdasarkan sistem self assessment setiap Wajib Pajak (WP) wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) / Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Dari berbagai definisi tersebut, adanya beberapa karakteristik dari pajak sebagai berikut :

a) Pajak dipungut berdasarkan atas undang-undang;

b) Terhadap pembayaran pajak, tidak ada jasa timbal balik (tegen prestasi) yang dapat ditunjukkan secara langsung;

c) Pemungutan dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;

d) Hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan untuk public investment;

e) Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukan dana dari rakyat kedalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai fungsi yang lain, yakni fungsi mengatur.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (Selanjutnya disingkat NPWP) sebetulnya sudah diterapkan sebelum adanya tax reform. Dahulu hanya kepada orang yang dikenakan pajak dan menerima SKP saja diberi nomor pokok. Tetapi sekarang setiap orang dan badan yang memenuhi syarat-syarat untuk dikenakan pajak, wajib mendaftarkan dirinya kepada Direktorat Jenderal Pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak28. Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.

Fungsi nomor pokok wajib pajak tersebut selain digunakan untuk mengetahui identitas wajib pajak yang sebenarnya juga berguna untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Setiap wajib pajak dalam hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dimilikinya. Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 39 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000( UU KUP) yaitu :

Barang siapa dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalah gunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama lamanya 6 (enam) tahun dan atau denda setinggi tingginya sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang kurang atau yang tidak dibayar.

Fungsi NPWP

§ Sarana dalam administrasi perpajakan;

§ Tanda pengenal diri atau Identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;

§ Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah :

1. Orang Pribadi yang menjalakan usaha atau pekerjaan bebas;

2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu Rp12 juta per tahun wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya;

3. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;

4. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

Penerbitan NPWP Secara Jabatan

KPP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP, bila berdasarkan data yang dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP.

Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Penghapusan NPWP dan Persyaratannya

a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;

b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;

c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;

d. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;

e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;

f. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.

g. Bendaharawan proyek yang proyeknya sudah selesai.

h. Bendaharawan yang instansinya mengalami perubahan yang mengakibatkan nama unit instansinya berubah.

Persyaratan Admimistrasi Untuk NPWP :

1. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:

Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing.

2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:

a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing;

b. Surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari wajib pajak

3. Untuk WP Badan:

a. Fotokopi akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT;

b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;

c. Surat pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif

4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong

a. Fotokopi KTP bendaharawan;

b. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.

5. Untuk Joint Operation sebagai wajib pajak Pemotong/Pemungut:

- Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation;

- Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation;

- Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing, dan dari salah seorang pengurus joint operation.

6. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar kantor pusat/suami.

7. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
Dalam hal formulir dan persyaratannya belum lengkap, dikembalikan kepada wajib pajak untuk dilengkapi.

Materi Perpajakan (MT163A)




























































.doc.ppt